Indonesia yang menganut pemerintahan republik. Bukankah Indonesia yang menganut sistim republik, seharusnya lebih mampu menjawab tantangan jaman ? Dan kini Mengapa kenyataannya justru Indonesia memasuki masa krisis? Apakah disebabkan oleh adanya kesalahan dalam sistimnya, ataukah disebabkan oleh penyelenggara negara, ada yang kurang konsisten?
Apakah diantara pejabat dan aparatur negara masih ada pertanyaan : Saudara dari keturunan kerajaan apa, dan saudara keturunan generasi yang keberapa?
Apakah benar bahwa gelar kebangsawanan dari suatu daerah, ada yang bisa diperjual-belikan? Apakah diantara masyarakat kita masih terdapat orang yang berjiwa dan bermental kerajaan? Pembahasan berikut, bukan untuk mengkaji semua permasalahan tersebut, tetapi untuk memberikan gambaran umum tentang penyelenggaraan negara menurut sistim kerajaan dan republik, meliputi : a). Persamaan antara negara kerajaan dengan negara republik; b). Perbedaan antara negara kerajaan dengan negara republik; c). Modifikasi negara kerajaan; d). Defiasi negara republik.
A). Persamaan antara Negara Kerajaan dengan Negara Republik
Dikenal dua sistim penyelenggaraan negara, yakni sistim kerajaan dan sistim republik, keduanya mempunyai persamaan sebagai berikut :
2. Kudeta bisa terjadi pada keduanya, yang berbeda adalah pelakunya. Pada kerajaan pelakunya umumnya adalah para sanak keluarga raja yang memiliki kekuasaan, tapi pada republik pelakunya umumnya adalah para elit negara, atau pejabat negara yang memiliki kekuasaan.
3. Perpecahan bisa terjadi pada keduanya. Bedanya, perpecahan yang terjadi pada kerajaan disebabkan kepala daerah (setingkat gubernur yang diangkat oleh raja) memisahkan diri dan mengangkat dirinya menjadi raja dan mendirikan kerajaan sendiri, maka berpecah belah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Perpecahan yang terjadi pada negara republik umumnya pada negara serikat, karena masing-masing negara bagian memisahkan diri dan berdiri sendiri, contoh : hilangnya USSR, RPA dan lain-lain.
4. Pelanggaran hukum dapat terjadi pada keduanya. Pada negara kerajaan disebabkan lemahnya pengawasan oleh seorang raja, sedang pada negara republik disebabkan lemahnya pengawasan oleh para aparat penegak hukum.
B). Perbedaan antara Negara Kerajaan dengan Negara Republik
Perbedaan antara negara kerajaan dengan negara republik, mungkin dapat dijelaskan dalam tabel berikut :
Negara Kerajaan
|
Negara Republik
|
1. Sistem kerajaan yang berkuasa adalah raja dan pimpinan tertinggi negera dikepalai oleh Raja.
2. Siapa saja yang mempunyai kekuasaan yang besar dan pendukung setia yang banyak, dapat membuat dinasti baru dan mengangkat dirinya menjadi raja.
3. Masa jabatan seorang raja ditentukan oleh kehendak raja sendiri, umumnya masa jabatannnya seumur hidup.
4. Pemilihan raja baru ditentukan dan diangkat oleh raja sebelumnya, sebagai penggantinya.
5. Raja bersifat turun-temurun, umumnya putra mahkota yang menjadi raja, atau sanak keluarga dari raja sebelumnya.
6. Semua pejabat dan aparatur negara dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh raja dan menurut kehendak raja.
7. Pendelegasian tugas dan wewenang kenegaraan, diatur langsung oleh raja sendiri termasuk perubahannya semua diatur oleh raja sendiri.
8. Penetapan aturan hukum dan pelaksanaannya diatur, diawasi dan dikendalikan langsung oleh raja sendiri. Raja bebas merubah-rubah hukum yang dibuatnya sendiri.
9. Raja mempunyai kedudukan yang lebih istimewa di mata hukum, raja bebas melakukan tindakan hukum apa saja. Jika raja dan atau keluarga raja melanggar hukum, maka bebas dari sanksi hukum.
10. Setiap kerajaan umumnya saling berebut kekuasaan, berusaha untuk saling menjatuhkan dan saling “mencaplok” yang lain. Terutama sekali bila rajanya sangat ambisius dengan kekuasaan.
|
1. Sistem republik yang berkuasa adalah Presiden dan pimpinan tertinggi negara dikepalai oleh presiden.
2. Presiden hanya pilihan rakyat, siapapun tidak bisa mengangkat dirinya jadi presiden, karena tidak akan diakui rakyatnya.
3. Masa jabatan presiden dibatasi, tidak bisa seumur hidup, paling lama 12 tahun (lihat presiden/khalifah Usman bin Affan RA), tetapi umumnya berkisar 4-5 tahun.
4. Pemilihan presiden baru, tidak ditentukan oleh presiden lama, tapi dipilih, ditentukan, diangkat dan oleh rakyat.
5. Siapapun yang memenuhi persyaratan dan disenangi rakyat banyak, bisa dipilih jadi presiden baru.
6. Semua pejabat dan aparatur negara dipilih, diangkat dan diberhentikan sesuai ketentuan yang berlaku.
7. Pendelegasian tugas dan wewenang kenegaraan, diatur ketentuan yang berlaku.
8. Penetapan aturan hukum dan pelaksanaannya diatur, diawasi dan dikendalikan oleh badan Legislatif dan badan Yudikatif. Presiden mengesahkan dan menghormati hukum yang berlaku.
9. Semua orang kedudukannya sama dimata hukum, tidak ada yang lebih istimewa. Jika Presiden dan atau keluarga presiden melanggar hukum, maka tetap akan terkena sanksi hukum.
10. Setiap negara republik umumnya menghargai hidup dan berkembangnya negara lain, bahkan ada yang mengakui secara resmi kerajaan yang ada dan berkembang di wilayahnya.
|
C). Modifikasi Negara Kerajaan
Setiap negara bercita-cita untuk hidup dalam waktu yang lama, tapi kenyataannya daya tahan hidup pada negara kerajaan lebih banyak tergantung pada satu orang yakni raja, sehingga kalau rajanya dianggap lemah maka seluruh kerajaan akan hancur. Jadi dalam mempertahankan hidupnya umumnya kerajaan lebih rentan dan lebih mudah untuk punah, dan umumnya tidak bisa bertahan untuk waktu yang lama sampai berabad-abad, sudah banyak kerajaan yang hancur.
Mungkin kejadian paling tragis yang dialami oleh Ahmed Zogu yang diangkat oleh rakyat daerah Balkan menjadi presiden Albania pada tahun 1925, tetapi dengan “tangan besi” dia merubah sistim pemerintahannya menjadi sistim kerajaan pada tahun 1928 dan mengangkat dirinya menjadi Raja Zog-1. Apapun kerajaan yang masih dapat bertahan sampai sekarang, karena sudah tidak laagi menjalankan sistim kerajaan secara murni dan tradisional, tetapi sudah dimodifikasi dengan sistim republik. Walaupun berbentuk kerajaan, tapi memiliki badan legislatif dan badan yudikatif yang berkerja dengan solid, valid dan efisien.
D). Defiasi Negara Republik
Dalam penyelenggaraan kenegaraan di Indonesia yang menganut sistim republik, terjadi keunikan atau lebih tepat dikatakan defiasi percampur-bauran dengan sistim kerajaan, ditandai dengan dua hal :
(mungkin ini watak orang asia secara umum atau watak orang-orang yang bekas dijajah)
(ini tidak pernah terjadi pada negara republik lainnya di dunia ini)
b. Raja dan keluarga raja selalu dilayani oleh para penjaga dan para dayang, sikap yang ingin selalu dihormati dan dilayani disertai rakyat yang memandang tinggi pada keturunan raja dan pada para abdi dalem.
Pengaruh budaya ini terlihat, bahwa masyarakat masih ada yang memandang tinggi para pegawai negeri dan para pejabat negara, karena pegawai negeri sejajar dengan “tingkat abtenar” pada masa penjajahan Belanda. Dan tidak mengherankan jika terdapat pegawai negeri yang bersikap ingin dilayani, dan ingin hidup di dalam istana. Padahal pegawai negeri adalah unsur pelayanan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. (apakah jika rakyat memerlukan tanda tangan pejabat karena suatu urusan, lalu menjadi sulit ditemui dan rakyat harus sabar menunggu? c. Adanya kecenderungan suatu jabatan di negara republik Indonesia, dijadikan seperti jabatan dikerajaan, yakni ada upaya-upaya untuk menjadikan jabatan seumur hidup dan menjadikan seperti dinasti yang turun-temurun.
Bagaimana dengan presiden RI yang kedua?)
- Adanya upaya menundaan pemilihan umum/pemilihan daerah/pemilihan kepala daerah dan adanya upaya penundaan pelantikan dan serah terima jabatan. Untuk selalu terpilih dan mungkin jika bisa dijadikan jabatan seumur hidup atau untuk seterusnya dijabat oleh sanak keluarga terdekat dari pejabat lama. (Apakah dalam profesi lain, jabatan lain, bidang lain, ada upaya-upaya yang serupa ini?)
Pengaruh budaya masih banyak lagi implikasinya yang mengakibatkan defiasi dalam penyelenggaraan tugas-tugas kenegaraan di republik ini. 2. Defiasi di Daerah Kerajaan dan Daerah Istimewa
Di wilayah Indonesia masih terdapat kerajaan-kerajaan dan daerah istimewa, seperti Yogjakarta, yang keberadaannya diakui secara resmi. Terjadilah defiasi yang terlihat dari :
Di seluruh wilayah kesatuan negara republik Indonesia berlaku hukum nasional, tetapi pada daerah kerajaan, dimana rakyat yang masih mengakui kekuasaan rajanya mengakui hukum kerajaan. Di daerah kerajaan terjadi pengaturan ekonomi yang berdiri sendiri, perubahan dari sistim sentralisasi ke sistim desentralisasi seharusnya mendorong dan memperkuat ekonomi di daerah tersebut.
Barangkali skenario yang paling ekstrim adalah jika sebagian besar pegawai negeri atau sebagian besar pejabat negara, berjiwa dan bermental kerajaan, lalu melaksanakan penyelenggaraan urusan kenegaraan sama seperti sistim kerajaan secara murni dan tradisional. Ditambah lagi mental kerajaan yang ambisi kekuasaan, sehingga saling berebut kekuasaan, dengan bersikap saling menjatuhkan dan berusaha mencari muka kepada atasan, maka akibatnya bangsa kita akan semakin terpuruk dan semakin terkebelakang. Semoga kondisi ini tidak terjadi. (bukankah ada istilah : Asal Bapak Senang – ABS – walaupun dengan berusaha seperti tidak kenal teman, dan dengan menjatuhkan teman?)
Kita berharap, agar semua pegawai negeri dan semua pejabat negara, seharusnya lebih banyak bermental republik yakni lebih mengutamakan pelayanan umum, bukankah pegawai negeri semuanya sudah diatur, gaji sama dan menurut aturan yang sama !! dan untuk apa ambisi kekuasaan? Demi tanggung jawab dalam jabatan yang diamanatkan oleh rakyat, bukankah kepentingan bangsa dan negara seharusnya di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Masyarakat Indonesia dari dulu sudah bernilai positif, bisa bekerja sama dan hidup disiplin dan teratur pada aturan kerajaan, semua ini seharusnya menjadi modal yang sangat berharga untuk kemajuan bangsa di masa depan.
Negara Republik Indonesia yang “cinta damai” dan bercita-cita “Maka penjajahan di muka bumi harus dihapuskan” seharusnya seluruh rakyatnyapun cinta damai dan berusaha untuk menghapuskan penjajahan di muka bumi. Jadi seharusnya negara Indonesia menjadi negara yang maju.
“Demi kepentingan bangsa dan negara, silahkan saudara berkarya dan berprestasi lebih banyak, jangan menunda setiap usaha yang dapat memajukan bangsa ini, dan jangan menghambat setiap hal yang dapat memajukan bangsa ini” (lihat pidato presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 April 2008)